F. Gerakan Separatis Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965

DN. Aidit
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden
Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk
mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin
memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu
kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno
dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan
yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI,
mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan.
Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh
Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh
ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah
bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI
lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang
telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan
untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan
Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro
Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD.
Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat
dalam persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan
Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan
Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung
adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan
lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk
Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya
setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober
1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira
Angkatan Darat.
G. Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan
Republik Maluku Selatan (RMS)

Dr. Soumokil
Pada masa pemerintahan RIS, muncul
pemberontakan-pemberontakan yang mengguncang stabilitas politik dalam negeri.
Pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain gerakan Angkatan Perang Ratu
Adil (APRA), pemberontakan Andi Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan
(RMS).
H. Republik Maluku Selatan (RMS)
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan
merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara
Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat).
Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah
misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS
berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.
Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh
orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr.
Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian
ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu.
RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29
Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden
Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April
2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda
berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari
bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada
harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap
Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak
adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku
hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak
menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati
tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.
Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof.
Johan Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april
2009. Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan
Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi
antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di
Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno
tkdak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku,
sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan
semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS
yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal
dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS membentuk apa yang
disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun
1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS
melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap
kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa
itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di Belanda. Ada yang
mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik dukungan
mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan
karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati
memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press
Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70
warga sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh
beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku
Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat)
Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan
menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang
tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan
di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api.
Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS
kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan
upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku.
Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan
kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai
sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik
kerusuhan Ambon.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup
masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian
Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira
tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal.
Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu
mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para
penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang
mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat. Pada saat ini
(30 Juni 2007) insiden ini sedang diselidiki. Beberapa hasil investigasi
menunjukkan bahwa RMS masih eksis dan mempunyai Presiden Transisi bernama
Simon Saiya. Beberapa elemen RMS yang dianggap penting ditahan di kantor
Densus 88 Anti Teror.
I. Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis
yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua
bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi
yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama
Irian Jaya. .
OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan
bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan
wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara
Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut
yang selama ini dikuasainya kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia.
Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu
penjajah kepada yang lain.
Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM
yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera
Bintang Fajar dan memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun
republik ini berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer Indonesia
dibawah perintah Presiden Soeharto.
Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut
adalah untuk menggalang dukungan masyarakat internasional untuk mendukung
kemerdekaan wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain melalui
PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN
latar belakang pemerontakan biasanya diawali dari ketidakpuasan
masyarakat daerah atas kebijakan pemerintah yang dirasa kurang adil. Oleh
karena itu, saya berharap kepada pemerintah, agar lebih memperhatikan daerah2
yang yang selama ini “terabaikan” sehingga kedepannya tidak ada lagi
pemberontakan terhadap pemerintah, karena nyawa rakyat indonesia lebih
berharga daripada intrik-intrik poltik yang hanya menguntungkan sebagian
orang yang berkuasa
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar