Konvensi
London merupakan akhir dari kekuasaan Inggris di Indonesia dan diserahkan
kepada Belanda kembali. Karena kerajaan Belanda menganggap Hindia (Indonesia)
merupakan hak mereka. Tetapi menurut Raffles yang saat itu adalah Gubernur
Jenderal Hindia, ia merasa keberatan untuk mengembalikan kepada Belanda. Ia
merasa harus menguasai Hindia sebagai pusat perdagangan yang vital di Asia.
Selain itu ia merasa dengan mengusai Hindia itu dapat memperkuat dominasi Inggris
diperdagangan Internasional. Perundingan-perundingan
yang dilancarkan oleh Belanda membuat sikap Pemerintah Pusat Inggris
melunak.Akhirnya Inggris dan Belanda menyetujui suatu perjanjian yang dikenal
sebagai Convention Of London pada tahun 1814 yang isinya: “Inggris harus
menyerahkan kembali sebagian dari Hindia kepada Belanda,sedangkan daerah Afrika
Selatan,Ceylon dan beberapa tempat di India tetap dikuasai oleh Inggris”
Karena Raffles masih menentang terhadap keputusan
yang diambil oleh pemerintahan Inggris,ia dipanggil untuk kembali ke Inggris
yang kemudian pada tahun 1818 ia diangkat menjadi Gubernur Inggris di Bengkulu
(yang waktu itu masih jajahan Inggris sedangkan Malaka jajahan Belanda).
Setelah terjadi kesepakatan antara Inggris dan
Belanda kembali diadakan Konvensi Jawa 1817 yang berisi mengenai pengaturan
pengembalian Hindia Belanda kepada Netherlands dari United Kingdom.
Walaupun Raffles sudah menjadi Gubernur Jenderal
di Bengkulu, Sumatera masih meyakini bahwa Inggris
perlu mencari cara untuk menjadi penguasa dominan di Asia. Salah satu jalan
ialah dengan membangun sebuah pelabuhan baru di Selat Melaka. Pelabuhan Inggris
yang sudah ada seperti Pulau Pinang terlalu jauh dari Selat Melaka sedangkan
Bengkulu menghadap Selat Sunda. Kemudian Raffles meyakini EIC untuk mencari
pelabuhan baru yaitu Singapura (Tumasik).
Pendirian Singapura oleh Raffles
mendapat masalah ketika kerajaan Belanda menuduh Inggris mencampuri daerah
kekuasaannya dan meminta agar Inggris pergi dari Singapura. Pada mulanya
kerajaan Inggris dan Perserikatan Hindia Timur Inggris bersimpati dengan
masalah ini,tetapi akhirnya mereka mengabaikannya demi kepentingan kemajuan di
Singapura. Menjelang tahun 1822, sudah jelas niat Inggris bahwa mereka tidak
akan menyerahkan Singapura kepada Belanda
Peristiwa Singapura ini menimbulkan
perselisihan antara Inggris dan Belanda dan akibatnya diadakan lah persetujuan
dan penandatanganan Treaty Of London pada tahun 1824.
Di kota London pada tanggal 17 Maret
1824,United Kingdom(Britania Raya) dan United Kingdom of the
Netherlands(Kesatuan Kerajaan Belanda) menandatangani Perjanjian
Britania-Belanda 1824, yang juga dikenal dengan Perjanjian London. Perjanjian
ini ditujukan untuk mengatasi konflik yang bermunculan akibat pemberlakuan
Perjanjian Britania-Belanda 1814. Belanda diwakili oleh Hendrik Fagel dan Anton
Reinhard Falck, sedangkan Britania diwakili oleh George Canning ,Charles
Watkins serta Williams Wynn.
Perjanjian ini menjelaskan, bahwa kedua
negara diijinkan untuk tukar menukar wilayah pada British India, Ceylon(Sri
Langka) dan Indonesia, berdasarkan kepada negara yang paling diinginkan, dengan
pertimbangan masing-masing negara harus mematuhi peraturan yang ditetapkan
secara lokal. antara lain :
1.
Pembatasan jumlah bayaran yang boleh dikenakan pada barang dan kapal dari
negara lain.
2.
Tidak membuat perjanjian dengan negara bagian Timur yang tidak mengikutsertakan
/membatasi perjanjian dagang dengan
negara lain.
3. Tidak menggunakan kekuatan militer dan sipil
untuk menghambat perjanjian dagang.
4.
Melawan pembajakan dan tidak menyediakan tempat sembunyi atau perlindungan bagi
pembajak atau mengijinkan penjualan
dari barang-barang bajakan.
5. Pejabat lokal masing-masing tidak dapat
membuka kantor perwakilan baru di pulau-pulau Hindia Timur tanpa seijin dari pemerintah
masing-masing di Eropa.
Pertimbangan-pertimbangan
dalam perjanjian ini, mengikutsertakan :
* Belanda menyerahkan
semua dari perusahaan/bangunan yang telah didirikan pada wilayah India dan hak
yang berkaitan dengan mereka.
* Belanda menyerahkan
kota dan benteng dari Malaka dan setuju untuk tidak membuka kantor perwakilan
di semenanjung Melayu atau membuat perjanjian dengan penguasanya.
* Belanda menarik
mundur oposisinya dari pendudukan pulau Singapura oleh Britania.
* Britania meminta
untuk diberikan akses perdagangan dengan kepulauan Maluku, terutama dengan
Ambon, Banda dan Ternate.
* Britania menyerahkan
pabriknya di Bengkulu (Fort Marlborough) dan seluruh kepemilikannya pada pulau
Sumatra kepada Belanda dan tidak akan mendirikan kantor perwakilan di pulau
Sumat atau membuat perjanjian dengan penguasanya.
* Britania
menarik mundur oposisinya dari pendudukan pulau Billington oleh Belanda.
* Britania setuju untuk
tidak mendirikan kantor perwakilan pada kepulauan Karimun atau pada pulau-pulau
Batam, Bintan, Lingin, atau pulau-pulau lain yang terletak sebelah selatan dari
selat Singapura ataumembuat perjanjian dengan penguasa-penguasa daerah.
Semua serah
terima dari kepemilikan dan bangunan yang didirikan terjadi pada tanggal 1
Maret 1825.
Hal ini
diluar dari jumlah yang harus dibayarkan oleh Belanda sebesar 100.000 pounds
sterling sebelum akhir tahun 1825. Perjanjian disahkan pada tanggal 30 April
1824oleh Britania dan tanggal 2 Juni 1824 oleh pihak Belanda.
Dengan ditandatanginya Perjanjian Inggris-Belanda 1824 dimana Kepulauan Melayu terbagi atas pengaruh dua kekuasaan
tersebut maka Status Singapura,Malaka dan kawasan utara termasuk Pulau Pinang
sebagai hak milik Inggris telah dikukuhkan.Sedangkan kawasan di sebelah selatan
berada di bawah pengaruh Belanda. Pada tahun 1826,
Singapura bersama-sama dengan Pulau Pinang dan Melaka digabungkan di bawah satu
pemerintahan yaitu Pemerintahan Negeri-Negeri Selat.
Terimakasih penulis
BalasHapus